Ketika Anak Bertanya (Pertanyaan Unik)

Anak-anak kita. Merekalah buah hati kita. Jiwa suci mereka menanti sentuhan imani . “Setiap anak lahir dalam kondisi fitrah (iman), lalu kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi, Nasrani, dan Majusi,” sabda Nabi ﷺ

Ketika Anak Bertanya (Pertanyaan Unik) 1

Ketika anak mulai muncul kognitifnya, jiwa lembutnya mulai merangkak, menyaksikan beraneka peristiwa kehidupan sekitar, bertemu ucap dan sikap, merasakan keasingan alam sekelilingnya. Sang anak pun mulai mencari tahu, takjub dan heran pada hal baru. Dari sini muncul serangkaian pertanyaan yang menggelayuti pikirannya. “Apa ini, apa itu, kenapa begini, bagaimana itu, dan seterusnya.”

Inilah kesempatan emas bagi orang tua dan pendidik untuk memasukkan nilai-nilai tauhid pada diri anak dan mengenalkan Rabbnya. Syaikh Dr. Nabiel Al-‘Awadhi dalam sebuah acara di TV menuturkan kisah seorang pemuda yang menjadi atheis, ternyata penyebabnya karena dulu orang tuanya tak menjawab pertanyaannya tentang Allah dan hal-hal ghaib lainnya, sehingga dia meragukan keberadaan-Nya.

Ketika Anak bertanya, itu artinya Allah sedang memberi kesempatan untuk dimasuki tauhid. Momentum bagi para orang tua untuk menghidupkan fitrah imannya, mengenalkan nikmat Rabb-nya, serta membekali berbagai macam ilmu yang bermanfaat.

Bila orang tua tak menjawab pertanyaan anak, mendiamkannya atau tidak bersemangat menjawab karena kesibukan, tekanan pekerjaan, atau bosan karena seringnya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang tak ada habisnya. Maka, anak akan lari mencari sandaran lain, bertanya pada teman atau media yang tak bisa dipercaya, mengambil informasi keliru dan tidak shahih. Bahayanya lebih besar dari apa yang diperkirakan orang tua. Akidahnya jadi luntur karena jawaban absurd yang ia terima, kemudian rusak agamanya dan hancur akhlaknya. Inilah dampak dari pengabaian terhadap pertanyaan-pertanyaan anak.

Abdullah bin Abbas ditanya tentang rahasia keluasan ilmunya, beliau menjawab, “Dari lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu berpikir.” Orang sukses ditanya rahasia kesuksesannya, “Dulu orang tuaku tak pernah membiarkan pertanyaanku kecuali menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan dan sempurna,” jawabnya.

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Orang Tua/Pendidik Ketika Menjawab Pertanyaan Anak

  1. Jangan abaikan pertanyaan anak. Ingat, anak bertanya berarti dia siap mendengarkan jawaban. Maka, manfaatkan momentum ini dengan baik.
  2. Berusahalah untuk memberi jawaban memuaskan dengan cara berdialog, berdiskusi, dan meminta penjelasan. Anak kecil itu masih polos dan apa yang diterima itulah yang akan melekat kuat dalam memorinya dan sulit hilang setelahnya.
  3. Jawablah pertanyaan dengan benar (jawaban ilmiyah dan syar’i), jujur dan tidak bohong. Jangan ragu untuk menunda jawaban ketika anda tidak memiliki ilmu yang cukup. Bukanlah aib mengaku tidak tahu, karena dari sini anak akan belajar bahwa ketidaktahuan adalah dasar untuk mencari ilmunya.
  4. Jangan meremehkan, merendahkan, atau menertawai pertanyaan anak walaupun pertanyaannya sepele. Karena bagi anak pertanyaan itu sangat penting. Komentari sebelum menjawab, “Masya Allah, ini pertanyaan penting nak,” “Bagus, Barokallahu fik nak.”
  5. Jika anda benar-benar sibuk, berilah anak pemahaman dengan lembut bahwa anda belum bisa menjawab sekarang. Dan berusahalah untuk menjawabnya saat waktu luang.
  6. Berusahalah untuk menyederhanakan jawaban sesuai tingkat pemahaman anak, serta pastikan anak mampu menyerap dan memahami jawaban. Kenali sejauh mana kadar pemahaman anak. Hindari jawaban panjang lebar dan mendetail jika tidak diperlukan.
  7. Sebelum menjawab, pastikan anda memahami maksud pertanyaan anak dan batasannya. Karena adakalanya anak keliru mengungkapkan pertanyaan. Maka yang lebih utama, pastikan dulu maksudnya apa, “Apa yang kamu maksud seperti ini kah nak?” jika menjawab iya, silakan dijawab.
  8. Jika pertanyaan anak berhubungan dengan aurat, hubungan suami-istri, hal yang kotor dan sebagainya. Berilah penjelasan dengan adab, tidak vulgar, atau dengan bahasa yang halus dan ilustrasi yang mudah dipahami.
  9. Bekalilah dengan ilmu seputar masalah yang ditanyakan anak, dengan membaca buku atau mendengarkan kajian yang membahas masalah ini secara khusus.
  10. Berusahalah mengikat jawaban pertanyaan anak dengan sesuatu yang nyata dan terlihat oleh anak di sekitarnya.
  11. Ayah dan ibu bersepakat dalam memberi jawaban pada anak, agar tidak terjadi kontradiksi jawaban dan anak menjadi bingung.
  12. Bervariasilah dalam metode memberi jawaban. Ada kalanya menjawab langsung secara lisan, melalui kisah, melalui pendekatan gambar, atau mejawab melalui tontonan visual.
  13. Hindari kalimat, “Nanti kalau sudah besar kamu akan tahu nak.” Kalimat seperti ini akan membangkitkan keingintahuan si anak, dan memunculkan dalam dirinya sejumlah pertanyaan yang belum selesai: Mengapa tak menjawab pertanyaanku, sepertinya tahu jawabannya?! Apa maksud ketika aku sudah besar? Kapan saatnya aku akan tahu itu?! Di mana aku bisa mendapatkan jawabannya sebelum aku besar?!
  14. Pertanyaan seputar masalah baligh, sebaiknya ibu yang menjawab pertanyaan anak perempuan dan ayah menjawab pertanyaan anak laki-laki.

Wallahu A’lam

Oleh : Ustadz Ahmad Fadhail Hosni, Lc., M.H. (Pengajar Aktif Griya Madani Indonesia)

Recommended For You

About the Author: Syahril

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *