Hadist Arbain Nawawi “Berkata Baik atau Diam” (Ust. Buwono)

Dari Abu huroiroh, Rosulullah bersabda:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menghormati tetangganya; dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menghormati tamunya”(HR. Bukhari dan Muslim)

Perkara lisan sungguh mendapat perhatian khusus dalam islam. Ia adalah alat yang berpotensi memperberat timbangan kebaikan, akan tetapi disisi lain ia juga sangat berpotensi mengurangi timbangan kebaikan. Berkata baik atau diam berarti mengingatkan tanpa menyakiti. Hadist tentang berkata baik adalah satu dari empat hadist yang menjadi sumber adab. Hal tersebut disampaikan oleh Abu Muhammad ibnu zaid, seorang imam di mazhab Maliki. Tiga hadist yang lain yang juga menjadi sumber adab adalah hadist tentang ciri baiknya islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna, kemudian hadist tentang mencintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri dan terakhir adalah hadist tentang jangan marah. Abu Khosim mengatakan bahwa salah satu sifat seorang rijal adalah diam saat waktunya dan berbicara saat waktunya. Berkaitan dengan lisan pula, seorang abi ali mengatakan bahwa mendiamkan kejahatan sama dengan setan yang bisu. menjadi hal yang sangat penting bagi orang mukmin mengetahui momentum untuk diam dan momentum untuk berbicara. Di hadist yang lain rosulullah pernah bersabda bahwa salah satu kefakihan seseorang bisa dilihat dari sedikitnya pembicaraan. Berkaitan dengan lisan beliau, rosulullah juga pernah bersabda bahwa sumber keselamatan  ada sepuluh. Sembilan diantaranya adalah diam dan satu lagi adalah berzikir kepada Allah. Ibroh yang bisa diambil dari penjelasan hadist ke 15 ini adalah penting sekali bagi setiap mukmin untuk senantiasa menjaga lisan. Pilihannya hanya dua berkata baik dimana berzikir menjadi salah satunya atau diam. Saking penting dan begitu besar potensi kejelekan dari lisan ini, rosulullah menerangkannya tidak hanya dalam satu hadist.  Butuh perjuangan keras dan latihan terus-menerus hingga akhirnya terjaganya lisan menjadi sebuah karakter yang melekat dalam diri masing-masing mukmin.

Recommended For You

About the Author: Anjaya Wibawana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *