Kajian Bulughul Maram Kitab Thaharah (Bersuci) Bab “ADAB TATA CARA BUANG AIR” Oleh: Ust. Iltizam Amrullah

BAB CARA BUANG AIR
بَابُ قَضَاءِ اَلْحَاجَة

نْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ ) أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ وَهُوَ مَعْلُول

1. Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam apabila masuk kakus (WC) beliau menanggalkan cincinnya. (Diriwayatkan oleh Imam Empat tetapi dianggap ma’lul)

Keterangan : Rasulullah saw. ketika hebdak masuk WC, beliau melepaskan cincin yang dipakainya, diletakkan diluar WC untuk memelihara nama Allah Yang Maha Tinggi dan Nama RAsul-Nya dari tempat yang kotor. sebab cincin Rasulullah itu terlukis nama Muhammad Rasulullah.

وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة
2. “Dan dari padanya (Anas bin Mali) ra. ia berkata, “Adalah Rasulullah apabila hendak masuk kamar kecil (WC) beliau membaca doa “allahumma inii a’uudzubika khubutsi wal khabaa-its” (Ya Allah, aku berlinding kepada-MU dari godaan syetan laki-laki dan syetan perempuan).” (Dikeluarkan oleh Imam yang tujuh)

وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ اَلْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي
بِالْمَاءِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه
3. “Dari Anas ra berkata: Pernah Rasulullah saw masuk ke kakus lalu aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan bejana berisi air dan sebatang tongkat kemudian beliau bersuci dengan air itu”. (HR. Bukhary Muslim)

Keterangan : Air adalah alat untuk bersuci, dan bersuci dengan menggunakan air itu lebih utama dari pada bersuci dengan lainnya.

عَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( قَالَ لِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم خُذِ اَلْإِدَاوَةَ فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي
فَقَضَى حَاجَتَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه
4. “Dari Al-Mughirah Ibnu Syu’bah Ra. bahwa Rasulullah saw bersabda padaku: “Ambillah bejana itu.” Kemudian beliau pergi hingga aku tidak melihatnya lalu beliau buang air besar.” (HR. Bukhary Muslim)

Keterangan Hadist diatas menjelaskan tentang suatu anjuran ketika buang air besar atau kecil hendaknya mencari tempat yang tersembunyi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِتَّقُوا اَللَّاعِنِينَ: اَلَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ اَلنَّاسِ أَوْ
فِي ظِلِّهِمْ ) رَوَاهُ مُسْلِم
5. Dari Abu Hurairah ra ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk/dilaknat, yaitu suka buang air di jalan umum (yang sering dilalui oleh manusia) atau suka buang air di tempat yang digunakan orang untuk berteduh.” (HR. Muslim)

Abu Dawud menambahkan dari Mu’adz r.a: “Dan tempat-tempat sumber air.” Lafadznya ialah: “Jauhkanlah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk yaitu buang air besar di tempat-tempat sumber air di tengah jalan raya dan di tempat perteduhan.”

وَلِأَحْمَدَ; عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ( أَوْ نَقْعِ مَاءٍ ) وَفِيهِمَا ضَعْف
Dalam riwayat Ahmad Ibnu Abbas r.a: “Atau di tempat menggenangnya air.” Dalam kedua hadits di atas ada kelemahan.

أَخْرَجَ اَلطَّبَرَانِيُّ اَلنَّهْيَ عَن ْ تَحْتِ اَلْأَشْجَارِ اَلْمُثْمِرَةِ وَضَفَّةِ اَلنَّهْرِ الْجَارِي. مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ بِسَنَدٍ ضَعِيف
Imam Thabrani mengeluarkan sebuah hadits yang melarang buang air besar di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai yang mengalir. Dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang lemah.

Keterangan :
a. Hadist di atas menjelaskan tentang larangan buang air besar atau kecil di jalan umum, ditempat berteduh orang banyak (gardu, pos kamling) sebab yang demikian itu akan menyakiti hati kaum muslimin dan membuat najis tempat mereka, mengotorinya atau dapat menebarkan bau busuk di saat mereka duduk dan lewat.
b. juga menjelaskan tentang larangan buang air besar di dalam kolam, sumber mata air atau sungai yang biasa dikunjungi orang banyak.
c. Larangan buang air besar di bawah pohon yang berubah
d. Dan sungguh Rasulullah saw. juga melarang kencing di pintu masjid.

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَ
صَاحِبِهِ وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ ) رَوَاهُ . وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ وَابْنُ اَلْقَطَّانِ وَهُوَ مَعْلُول
6. Dari Jabir ra. ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila dua orang buang air besar, maka hendaknya masing-masing bersembunyi dan tidak saling berbicara sebab Allah mengutuk perbuatan yang sedemikian.” (Diriwayatkan oleh Ahmad hadits shahih menurut Ibnus Sakan dan Ibnul Qathan. Hadits ini ma’lul)

Keterangan :
a. Hadist ini menganjurkan menutup aurat disaat buang hajat
b. berbicara atau bercakap-cakap disaat buang hajat itu makruh karena hal itu dibenci Allah SWT. oleh karena itu Rasulullah tidak menjawab salam ketika ada seseorang yang memberikan salam kepadanya di saat beliau sedang kencing, padahal menjawab salam itu wajib.

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا
يَتَمَسَّحْ مِنْ اَلْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
7. Dari Abu Qotadah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing jangan membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan dan jangan pula bernafas dalam tempat air.” (HR. Bukahry Muslim dan lafadznya menurut riwayat Muslim)

وَعَنْ سَلْمَانَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَقَدْ نَهَانَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم “أَنْ نَسْتَقْبِلَ اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ
نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ” ) رَوَاهُ مُسْلِم
8. Salman ra berkata: Rasulullah saw benar-benar telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil atau ber-istinja’ (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan atau beristinja’ dengan batu kurang dari tiga biji atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau dengan tulang. (Hadits riwayat Muslim)

(وَلِلسَّبْعَةِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه ( لَا تَسْتَقْبِلُوا اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
9. Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari ra berbunyi: “Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat.”

Keterangan :
a. Perlu diketahui bahwa pada saat itu Rasulullah saw. berada di madinah, sedangkan letaknya disebelah Utara Ka’bah
b. Menghadap ke timur dan barat sewaktu buang hajat yang diperintahkan dalam hadist di atas adalah bagi orang yang hidup di kota Madinah. untuk pendudukan yang lain disesuaikan dengan letak kiblatnya. untuk orang indonesia, ketika buang air besar hendaknya menghadap ke utara atau selatan. jangan menghadap kiblat(Ka’bah), seab Ka’bah (kiblat) terletak disebelah barat Indonesia

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ أَتَى اَلْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُد
10. Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup.” (Riwayat Abu Dawud)

Keterangan : Wajib menutup diri atau memakai tabir dari pandangan orang lain ketika buang hajat (buang air besar atau kecil).

11. “Dan dari padanya (Aisyah ra) ia berkata, “Sesunguhnya Nabi Muhammad saw apabila keluar dari WC (buang Hajat) beliau selalu berdo’a “Ghufraanaka” (Ya Allah hamba ini mengharapkan pengampunan-Mu).” (Dikeluarkan oleh Imam yang lima, dan hadist ini dishahihkan oleh Abu Hatim dan Hakim).

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: ( أَتَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اَلْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ
حَجَرَيْنِ وَلَمْ أَجِدْ ثَالِثًا. فَأَتَيْتُهُ بِرَوْثَةٍ. فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى اَلرَّوْثَةَ وَقَالَ: “هَذَا رِكْسٌ” ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيّ ُ. زَادَ أَحْمَدُ
وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ: ( ائْتِنِي بِغَيْرِهَا
12. Dari Ibnu Mas’u d ra berkata: “Nabi saw hendak buang air besar lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga biji batu kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya bersabda: “Ini kotoran menjijikkan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari). Ahmad dan Daruquthni menambahkan: “Ambilkan aku yang lainnya.”

Keterangan :
a. Batu yang dibuat untuk istinja tidak boleh kurang dari tiga buah dan harus bisa menghilangkan najis.
b. Larangan beristinja dengan tahi binatang karena najis, sekalipun tahi binatang itu kering.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى “أَنْ يُسْتَنْجَى بِعَظْمٍ أَوْ رَوْثٍ” وَقَالَ: “إِنَّهُمَا لَا
يُطَهِّرَانِ” ) رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَه
13. Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw melarang untuk beristinja’ dengan tulang atau kotoran binatang dan bersabda: “Keduanya tidak dapat mensucikan.” (Riwayat Daruquthni dan hadits ini dinilai shahih)

Keterangan : Tahu atau kotoran binatang dan tulang tidak dapat dijadikan alat untuk bersistinja’. Tahi atau kotoran binatang itu kotor dan najis, sedangkan tulang itu licin tidak bisa menghilanhkan najiz. Alagi, tulang itu merupakan makanan jin sebagaimana yang telah diterangkan dalam salah satu hadist.

(وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ
رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
14. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sucikanlah dirimu dari air kencing karena kebanyakan siksa kubur itu berasal darinya.” (Riwayat Daruquthni)

وَلِلْحَاكِمِ: ( أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ ) وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد
Menurut riwayat Hakim: “Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan (tidak membasuh) air kencing.” Hadits ini sanadnya shahih.

Keterangan: anjuran untuk berhati-hati terhadap air kencing sebab air kencing itu najis. Percikan air kencing yang menempel pada ikan atau pada tempat shalat dan kita kurang waspada terhadapnya dapat menyebabkan siksa kubur.

وَعَنْ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( عَلَّمْنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي اَلْخَلَاءِ: ” أَنَّ نَقْعُدَ عَلَى اَلْيُسْرَى
وَنَنْصِبَ اَلْيُمْنَى” ) رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيف
15. Dari Suraqah Ibnu Malik ra berkata: “Rasulullah saw mengajari kami tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan merentangkan kaki kanan.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang lemah)

Keterangan :
a. Bersandar pada kaki kiri atau duduk diatasnya agar bisa membentuk kelancaran dalam mengeluarkan kotoran. Sebab perut besar berada di sisi kiri dan kandungan ir kencing juga condong ke arah kiri.
b. Hadist diatas sanadnya lemah, karena terdapat perawi yang tidak dikenal.

( وَعَنْ عِيسَى بْنِ يَزْدَادَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْثُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ ضَعِيف
16. Dari Isa Ibnu Yazdad dari ayahnya ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu telah selesai buang air kecil maka hendaknya ia mengurut kemaluannya tiga kali.” Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.

Keterangan : Hadits ini memberikan pengertian pada kita bahwa setelah kencing hendaknya dikibas-kibaskan atau diurut-urut kemaluannya agar bisa mengeluarkan najis yang masih tersisa dalam pipa kemaluan

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَأَلَ أَهْلَ قُبَاءٍ فَقَالُوا: إِنَّا نُتْبِعُ اَلْحِجَارَةَ اَلْمَاءَ ) رَوَاهُ
اَلْبَزَّارُ بِسَنَدٍ ضَعِيف
وَأَصْلُهُ فِي أَبِي دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه بِدُونِ ذِكْرِ اَلْحِجَارَة

17. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw setelah bertanya kepada penduduk Quba beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah memuji kamu sekalian.” Mereka berkata: Sesungguhnya kami selalu beristinja’ dengan air setelah dengan batu. Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. Asal hadits ini ada dalam riwayat Abu Dawud. Hadits tersebut dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu tanpa menyebut istinja’ dengan batu

Keterangan :
a. Islam sangat menyukai seseorang bahkan dianjurkan beriistinja’ dengan batu untuk menghilangkan najisnya lalu disertai dengan air untuk menghilangkan bekasnya.
b. Air adalah cara paling bijaksana untuk menghilangkan najis dan bekas-bekasnya.

Recommended For You

About the Author: Yudha Permana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *