Kajian Bulughul Maram Kitab Thaharah (Bersuci) Bab “Perkara-perkara Yang Membatalkan Wudhu” Oleh: Ust. Iltizam Amrullah

Perkara-Perkara Yang Membatalkan Wudhu

1.“Dari Anas bin Malik ra, ia berkata, “Adalah para sahabat Rasulullah saw. Di zamannya menunggu (datangnya waktu salat) Isya’ hingga kepala mereka terangguk-angguk (mengantuk) dan kemudian mereka melakukan shalat dengan tidak berwudhu.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dan dishahihkan oleh Daruquthni dan berasal dari riwayat Muslim)

Keterangan : Kantuk atau Mengantuk itu tidak membatalkan wudhu bagaimanapun cara mengantuknya asalkan kantuknya tadi disertai keluar angina (kentut).

2.“Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata, “Fatimah binti Abu Hubaisy dating kepada Nabi Muhammad saw. Lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya adalah seorang wanita yang kena penyakit istihadhah (selalu keluar darah) dan saya tidak pernah suci. Apakah saya boleh meninggalkan shalat?” Nabi Muhammad saw. Menjawab, “Janganlah kamu tinggalkan shalat, sebab yang demikian itu (istihadhah) termasuk darah penyakit, bukan darah haid. Apabiladatang darah haidmu maka tinggalkanlahsholat, dan apabila haidmu berhenti, maka bersihkanlah darah itu darimu lalu shalatlah.” (HR. Bukhary Muslim).
“Dan menurut riwayat Bukhary ada tambahan kamlimat “Kemudian berwudhulah setiap kali hendak mengerjakan shalat.” Dan Imam Muslim mengisyaratkan bahwa tambahan kalimat itu sengaja dibuang.

Keterangan :
1)Seorang perempuan yang mengeluarkan darah istihadhah, tidak boleh meninggalkan shalat. Sedangkan perempuan yang keluar darah haid, maka ia diperbolehkan meninggalkan shalat, bahkan haram hukumnya apabila ia mengerjakan shalat.
2)Darah haid dan darah istihadhah sama-sama najis.
3)Darah istihadhoh adalah darah yang keluar dari farji wanita diluar ketentuan waktu-waktu haid dan nifas.

3.“Dari Ali bin Abi Thali bra. ia berkata, “Saya adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, maka saya menyuruh Miqdad untuk bertanya kepada Nabi Muhammad saw.” Kemudian ia bertanya dan Nabi menjawabnya, “Wajib wudhu dalam masalah ini.” (HR. Bukhary Muslim. Dan lafadnya tersebut ada pada riwayat Bukhary)

Keterangan :
1)Madzi adalah air putih lekat yang keluar setelah bermain dengan sang istri atau ketika mencumbunya atau ketika mengingat persetubuhna atau hendak melakukan persetubuhan.
2)Madzi yang keluar itu membatalkan wudhu dan tidak diwajibkan mandi besar

4.“Dari ‘Aisyah ra. Bahwasanya Nabi Muhammad saw. Pernah mencium salah seorang istrinya, kemudian beliau pergi hendak menunaikan shalat dan beliau tidak berwudhu lagi (karena beliau masih punya wudhu).” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad. Dan hadist ini dilemahkan oleh Bukhary)

Keterangan :
Hadist no.4 diatas menurut Imam Nasa’I adalah Mursal. Ibnu Hajar berkata, “Hadist ini di riwayatkan oleh ‘Aisyah dengan sepuluh sanad. Dengan demikian, dapatlah ditetapkan bahwa menyentuh perempuan itu tidak merusak atau membatalkan wudhu seseorang.”
Ibnu Abbas dan Ali (berkata), “Bahwa Nabi Muhammad saw. Pernah mengerjakan shalat malam dan Aisyah tidur didepannya. Apabila Nabi Muhammad saw. Melakukan sujud beliau mencubit betis ‘Asiyah.”
Hadist diatas juga memberikan pengertian kepada kita bahwa bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak disertai dengan nafsu seksual (nafsu birahi) tidak membatalkan wudhu.

5.“Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, “apabila salah seorang diantara kamu merasakan sesuatu didalam perutnya, lalu ia meragukannya, apakah sudah keluar dari masjid sehingga mendengar suara atau mendapatkan bau (mersakan angina keluar).” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim).

Keterangan :
Kentut yang keluar dari dubur dapat membatalkan wudhu. Ketika shalat apabila kita mempunya keraguan apakah ia kentut atau tidak, sudah mengeluarkan atau belum maka keraguan yang demikian itu tidak dapat mengalahkan suatu keyakinan sampai datangnya bukti yang jelas. Bukti yang dimaksud disini sdalah kentut itu sendiri (angina) atau bau.

6.“Dari Thalq bin Ali ra. Ia berkata, “Ada seorang laki-laki berkata, “Aku telah menyentuh kemaluanku.” Atau ia berkata, “ada seorang laki-laki telah menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia wajib berwudhu?” Maka Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Tidak, kemaluan (dzakar) itu merupakan sepotong (daging) dari badan kamu sendiri.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam lima dan hadist ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Dan Ibnu Madini berkata, “Hadist ini lebih baik daripada hadist Busrah.”)

Keterangan :
1)Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu sekalipun tanpa kain perintah yang menghalanginya. Dan itulah pendapat madzab Abu Hanifah.
2)Lain halnya dengan madzhab Imam Ahmad, malik dan Syafi’I merekan berkata, “Bila menyentuh kemaluan dengan telapak tangan yang bagian dalam ujung jari-jari tanpa kain pemisah maka membatalkan wudhu. Bila menyentuhnya dengan punggung tapak tangan maka tidak membatalkan wudhunya.”
3)Mereka ini beralasan bahwa hadist tersebut adalah telah dimaksud dengan hadits riwayat Busrah yang dicantumkan oleh Mushannif sesudahnya untuk menyatakan ia sebagai Nasikh-nya.

7.“Dari Busrah binti Shafwan ra. (berkata), “Bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “Barang siapa yang menyentuh kemaluannya, maka wajib atasnya wudhu.” (Dikeluarkan oleh Imam lima. Tirmidzi dan Ibnu Hibban menshahihkan hadist ini. Imam Bukhary berkata, “Hadits ini yang paling shahih dalam bab ini. ”)

Keterangan :
Hadist di atas memberikan pengertian bahwa menyentuh kemaluan yang disertai perasaan yang dapat membangkitkan semnagat seksual dapat membatalkan wudhu. Akan tetapi, menyentuh kemaluan tanpa membawa akibat timbulnya nafsu seksual amak tidaklah membatalkan wudhu, sebab sentuhan yang demikian itu sama halnya dengan sentuhan terhadap anggota badan yang lainnya.

8.“Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata, “Bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “Barang siapa yang muntah atau keluar darah dari hidung atau keluar darah dari tenggorokan atau keluar madzi amak hendaknya ia berpaling (keluar) dari shalatnya dan berwudhu lalu teruskanlah shalatnya selama diantara keduanya tidak diselingi dengan bercakap-cakap.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan Hadits ini dianggap lemah oleh imam Ahmad dan lainnya)

Keterangan :
Hadist di atas menjelaskan bahwa muntah-muntah, keluar darah dari hidung (mimisan) atau keluar madzi dapat membatalkan wudhu.

9.“Dari Jabir bin Samurah ra. (berkata), “Bahwasannya ada seorang laki-laki pernah bertanya kepada NAbi Muhammad saw, “Apakah aku harus berwudhu setelah makan daging kambing?” Nabi Muhammad saw. Menjawab, “Jika engkau menghendaki.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah aku harus berwudhu setelah makan daging onta? “ Nabi Muhammad saw. Menjawab, “Ya.” (Dikeluarkan Oleh Imam Muslim)

Keterangan :
1)Hadits ini memberikan pengertian kepada kita bahwa wudhu seorang itu tidak batal disebabkan makan daging kambing. Tetapi, setelah makan daging onta maka wudhunya batal. Demikian menurut pendapat Imam Ahmad. Namun kebanyakan ulama’ berpendapat wudhunya tidak batal.
2)Atau sangat disukai berwudhu lagi setelah seseorang makan daging onta.

10.“Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Barang siapa yang memandikan mayat, hendaklah ia mandi. Dan barang siapa memikulnya, maka hendaknya ia berwudhu.” (Dikeluarkan oleh Imam ahmad, Nasa’I dan Tirmidzi menganngap haist ini Hasan. Imam Ahmad berkata, “Tidak ada satupun hadist yang shahih dalam bab ini.”)

Keterangan :
1)Menurut Syara’, disunatkan mandi besar setelah memandikan mayat.
2)Dan menurut syara’ juga, disunatkan berwudhu setelah mengusung mayat.

11.“DariAbdullah bin Abu Bakar ra. (ia berkata), “Bahwasannya dalam surat yang ditulis oleh Nabi Muhammad saw. (yang ditujukan) untuk ‘Amr bin Hazim, “Bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang suci. ”Bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Imam Malik sebagai hadist Mursal. Imam nasa’I dan Ibnu Hibban Memashulkannya tetapi hadist ini ma’lul)

Keterangan :
1)Hadits di atas ma’lul dalam sanadnya terdapat Sulaiman bin Abu Dawud Al-Yamani Ulama’ telah sepakat bahwa dia ditinggalkan.
2)Al-Qur’an itu tidak boleh disentuh atau dijamah kecuali bagi orang yang suci. Suci dari hadats dan kotoran, juga suci dari kemusyrikan dan kekafiran (suci aqidahnya)

12.“Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata, “Adalah Rasulullah saw. Senantiasa menyebut (membaca) asma Allah pada setiap waktu.” (HR. Muslim. Dan Imam Bukhary menganggap hadist ini Mu’allaq)

Keterangan :
1)Berdzikir kepada Allah mencakup dzikir dengan hati dan lidah dalam keadaan suci, berhadast, junub, duduk, berbaring, berjalan, naik kendaraan, perjalanan atau bermukim.
2)Para ulama’ telah sepakat untuk membolehkan dzikir dengan membaca kalimat tahyyibah, tasbih, takbir, tahmid, takbir, tahlil, membaca lafadz hauqalah “Laa haula walaa quwwata illa billah”. Berdoa dan lainnya bagi seseorang yang berhadats, haid, nifas dan junub, dengan hati lisan.
3)Termasuk pengertian dzikir disini adalah membaca Al-Qur’an. Hadits diatas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. Selalu membaca Al-Qur’an dalam keadaan sudah wudhu, suci ataupun tidak wudhu.

13.“Dari Anas bin Malik ra. (berkata), “Bahwasannya Nabi Muhammad saw. Berbekam (diambil darahnya) lalu beliau shalat dan tidak berwudhu.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Daruqutni, dan ia melemahkan hadist ini)

14.“Dari Mu’awiyah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, “Mata itu (merupakan) tali pengikat dubur, maka apabila dua mata itu tertidur, maka lepaskanlah tali pengikat itu.” (HR. Imam Ahmad dan Thabrani)

“Dan Imam Thabarani menambahkan dengan lafadz, “Barangsiapa yang tidur, hendaklah ia berwudhu.” Tambahan Lafadz ini sebenarnya menurut hadist dari riwayat Imam Abu Dawud berdasarkan hadist (tanpa menyebutkan Lafadnya), “Terlepaslah ikata.” Dan dalam kedua sanadnya itu terdapat kelemahan.

“Dan bagi Abu Dawud juga dari ibnu Abbas ra, Sebagai hadits Marfu ‘, “Tidak wajib berwudhu kecuali bagi yang tidur berbaring atau tidur miring.” Pada sanadnya hadits ini terdapat kelemahan juga.

Keterangan :
Tidur yang sangat nyenyak itu dapat membatalkan wudhu.

15.“Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, “Bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda, “Syetan itu akan mendatangi salah seorang diantara kamu sewaktu shalat, lalu meniup-niup pada pantatnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah berhadats, padahal ia tidak berhadats. Maka apabila salah seorang diantara kamu mengalami yang demikian itu, janganlah berpaling (keluar dari shalat) sehingga ia mendengar atau mencium baunya.” (HR. Al-Bazaar). Dan hadits ini asalnya dari dua kitab shahih dari hadits Abdullah bin Zaid. Dan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah seperti itu pula.

“Dan menurut riwayat Hakim dari Abu Sa’id dengan hadits Marfu’ disebutkan, “Apabila syetan dating kepada salah seorang di antara kamu dan mengucapkan, “Sesungguhnya engkau telah berhadats,” maka hendaklah ia berkata, ”Engkau berdusta.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dengan kata-kata, “Maka hendaklah ia berkata atau menjawab dengan hatinya.”)

Recommended For You

About the Author: Yudha Permana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *