Kajian Naishoihul Ibad Bab I “Nasihat Yang Berisi Dua Perkara” Part. 1 Oleh Ust. Qoyyid Abdul Azis

BAB I
NASIHAT YANG BERISI DUA PERKARA

Bab ini terdiri tiga puluh nasihat, yaitu empat khabar dan selebihnya adalah atsar. Khabar adalah sabda Nabi saw.,sedangkan atsar adalah perkataan para sahabat dan tabiin.

1.Iman dan Kepedulian Sosial
Nabi saw bersabda:
“Ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim. Baik dengan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan badannya.”

Nabi saw bersabda :
“Barang siapa yang pada waktu pagi hari tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Dan “Barang siapa pada waktu pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala seperti pahala haji yang mabrur.”

Nabi saw. Bersabda lagi :
“Hamba-hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia, perbuatan yang paling utama ialah memasukkan (menghadirkan) rasa senang ke dalam hati ornang mukmin berupa membasmi kelaparan, menyingkap kesulitan atau membayar utangnya. Dan dua hal yang tiada sesuatu pun melebihi jahatnya ialah menyekutukan Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin.”

Membahayakan orang-orang muslim dapat berupa membahayakan badan dan hartanya. Segala perintha Allah swt mengacu pada dua perkara, yaitu mengagungkan Allah swt dan kasih saying kepada makhluknya-Nya, sebagaimana firman Allah:
“Tunaikan salat dan bayarlah zakat.”
“Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan berterima kasih kepada kedua orang tuamu.”

Diriwayatkan dari Al-Qarni, beliau berkata: Aku bersua dalam suatu perjalananku dengan seorang pendeta , lalu aku bertanya kepadanya: Wahai, pendeta! Perkara apakah yang menaikkan derajat seseorang ?
Pendeta itu menjawab: Mengembalikan hak-hak orang lain yang dianiaya olehnya dan meringankan punggung dari tanggung jawab, karena amal perbuatan hamba tidak akan naik (ke sisi Tuhan), jika dia masih mempunyai tanggungan atau dia bebrbuat zalim.

2.Dekat dengan Ulama dan Memperhatikan Nasihat Hukama
Nabi saw. Bersabda:
“Hendaklah kalian bergaul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukuma, karena Allah Ta’ala menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghijaukan tanah gersang dengan air hujan.”
Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, sedang Hukama adalah orang-orang ahli hikmah. Dalam hadis ini hukama ialah ahli hikmah yang mengetahui Dzat Allah Ta’ala selalu tepat ucapan dan perbuatannya. Sedangkan ulama adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya.

Dalam riwayat Ath-Thabrani dari Abi Hanifah disebutkan :
“Hendaklah kalian bergaul dengan para pemimpin, bertanyalah kalian kepada ulama para ulama dan bergaullah kalian dengan hukama.”

Menurut riwayat lain:
“Bergaullah dengan ualam, bersahabatlah dengan hukama dan bercampurlah dengan kubara.”

Ulama itu terbagi tiga, yaitu:
1)UIama, yaitu orang yang alim tentang hukum-hukum Allah swt.,mereka berhak memberikan fatwa.
2)Hukama, yaitu orang-orang yang mengetahui Zat Allah saja. Bergaul dengan mereka ini membuat perangai menjadi terdidik, karena dari hari mereka bersinar cahaya makrifat (mengenali Allah dan rahasia-rahasia) dan dari jiwa mereka membias sinar keagungan Allah.
3)Kubara, yaitu orang diberi anugerah keduanya.
Telah bersabda Nabi SAW: Akan hadir suatu masa atas umatku, mereka menjauh dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka dengan tiga cobaan,
1. Allah akan menghilangkan berkah dari rizkinya.
2. Allah akan mengirim kepada mereka penguasa yang zalim
3. Mereka akan keluar meninggalkan dunia tanpa membawa iman kepada Allah Ta’ala Na’udzubiLlahi min dzaalik.
As-Sahrawardi meliput ke sebagian masjid Al-Khaif di Mina sambil memandang wajah orang-orang yang ada disana. Beliau ditanya oleh sesorang: Mengapa tuan memandang wajah-wajah orang lain?. Beliau menjawab: sesungguhnya Allah memiliki beberapa orang yang jika memandang orang lain maka mendatangkan kebahagian bagi yang dipandang dan aku mencari orang yang demekian itu.
Nabi saw. Bersabda:
“Akan datang suatu zaman kepada umatku, mereka lari dari para ulama dan fukuha, maka Allah akan mnurunkan tiga macam bencana kepada mereka : Pertama, dicabut kembali berkah dari usahanya; kedua, dia kuasakan penguasa atas mereka; ketiga, mereka meninggal dunia tanpa membawa iman.”

Bergaul akrab dengan ahli, Allah akan mendatangkan tingkah laku yang baik. Hal ini karena mengambil manfaat dengan pengawasan itu lebih baik daripada dengan lisan. Jadi, seseorang yang pengawasannya bermanfaat kepadamu, niscaya bermanfaat pula ucapannya bagimu sebaliknya, jika pengawasannya tidak bermanfaat, maka tidak bermanfaat pula ucapannya.

3.Masuk ke Kubur Tanpa Bekal, Laksana Mengarungi Lautan Tanpa Bahtera
Abu Bakar Ash-Shidiq r.a mengatakan:
“Barang siapa yang masuk ke kubur tanpa membawa bekal, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa bahtera.”
Dia akan tenggelam dan tidak akan selamat, kecuali jika diselamatkan oleh Allah swt. Hal ini seuai dengan sabda Nabi saw:
“Mayat di dalam kuburnya, seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.”

4.Umar dan Abu Bakar r.a.
Mengutip dari Syekh Abdul Mu’thi As-Samlawi, diriwayatkan dari Umar r.a.,sesungguhnya Nabi saw. Bertanya kepada Malaikat Jibril a.s:
“Beritahukan kepadaku sifat kebaikan sahabat ‘Umar’. Maka Jibril menjawab, ‘Jika saja lautan dijadikan tinta dan tumbuh-tumbuhan dijadikan pena niscaya tidak akan cukup melukiskan sifat kebaikannya. Kemudian Nabi bersabda, beritahukan kepadaku kebaikan sifat Abu Bakar,”. Maka Jibril menjawab, ”’Umar hanyalah satu kebaikan dari beberapa kebaikan Abu Bakar RA. Umar RA berkata, kemuliaan dunia dengan banyaknya harta. Dan kemuliaan akhirat adalah dengan bagusnya amal. Maksudnya, urusan dunia tidak akan lancar dan sukses kecuali dengan dukungan harta benda. Demikian pula perkara akhirat tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan amal perbuatan yang baik.”

Dalam hal ini dinyatakan sebagai berikut:
“Keluhuran dunia dicapai dengan harta, sedang keluhuran akhirat dicapai dengan amal sholeh.”
Urusan dunia tidak akan menjadi kuat dan maslahat melainkan dengan harta, seperti halnya urusan akhirat akan menjadi kuat dan maslahat hanya jika dicapai dengan amal Sholeh.

5.Gelisah Duniawi dan Ukhrawi
Dari Ustaman r.a :
“Bingung memikirkan dunia akan menjadikan hati gelap, sedangkan bingung memikirkan akhirat akan menjadikan hati terang.”

6.Ilmu dan Maksiat
Dari Ali r.a:
“Barang siapa mencari ilmu, maka surgalah yang dicari dan barangsiapa mencari maksiat, maka nerakalah yang dicarinya.”
Maksudnya, barang siapa yang sibuk mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang harus diketahui orang dewasa, maka pada hakikatnya dia tengah mencari surga dan ridho Allah. Sebaliknya siapa yang ingin melakukan maksiat pada hakikatnya dia ingin menuju neraka dan murka Allah.

7.Orang Mulia dan Orang Bijaksana
Dari Yahya bin Mu’adz r.a:
“Orang mulia tidak berani berbuat maksiat kepada Allah dan orang yang bijaksana tidak akan mementingkan dunia atas akhirat.”

Orang mulia adalah orang yang baik perbuatannya, yang memuliakan dirinya dengan cara mempertebal ketakwaan dan kewaspadaan dalam menghadapi maksiat. Sedangkan orang bijaksana adalah orang yang tidak mendahulukan mengutamakan dunia dan yang menahan nafsunya dari perbuatan yang menyelewang dari petunjuk akalnya yang sehat.

8.Takwa dan Dunia
Dari Al-A’Masyi r.a, nama lengkapnya adalah Abu Sulaiman bin Mahran AL-Kuufy RA, “Barang siapa yang bermodalkan taqwa, maka lidah-lidah menjadi kelu untuk menyebutkan sifat keuntungan agamanya. Dan barang siapa yang modal pokoknya dunia, maka lidah juga tidak mampu menjumlah kerugian agamanya.”

Artinya : orang yang memegangi ketakwaan, menjunjung tinggi perintah Allah dan menjauhi laku durhaka, serta segala perbuatannya berasaskan norma syariat, maka akan memperoleh kebajikan yang tiada terhingga banyaknya. Sedangkan yang memegangi norma-norma yang berselisih dengan syarak akan memperoleh kerugian yang banyak, sehingga sulit dibilang jumlahnya.

9.Menuruti Nafsu Syahwat dan Kesombongan
Dari Sufyan Ats-Tsauri r.a:
“Setiap maksiat yang timbul dari syahwat dapatlah diharapkan ampunannya, tapi setiap durhaka yang ti,bul dari sikap sombong tidak dapar diharap ampunannya; karena kedurhakaan iblis itu berpangkal dari kesombongan, sedangkan kesalahan Adam a.s berpangkal dari syahwat.”

Sufyan Ats-Tsauri r.a adalah guru besar Imam Malik. Maksud hadist diatas : Setiap maksiat yang timbul dari keinginan nafsu, yaitu keinginan untuk bebrbuat sesuatu, maka ada harapan untuk diampuni. Sebaliknya, setiap maksiat yang timbul karena kesombongan, maka tidak ada harapan untuk diampuni. Karena maksiat yang timbul dari kesombongan berasal dari iblis, dia menganggap dirinya lebih baik dari pada junjungan kita Nabi Adam a.s. Sedangkan kesalahan junjungan kita Nabi Adam a.s. berasal dari keinginan, yaitu keinginan beliau untuk mencicipi buah pohon yang dilarang-Nya.

Recommended For You

About the Author: Yudha Permana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *